Arsip Kategori: Budaya Indonesia

Tradisi untuk Menyambut Kelahiran Anak di Suku Batak Toba

Tradisi untuk Menyambut Kelahiran Anak di Suku Batak Toba

Tradisi untuk Menyambut Kelahiran Anak di Suku Batak Toba – Mamoholi disebut manomu-nomu yang maksudnya adalah menyambut slot gacor hari ini kedatangan (kelahiran) bayi yang dinanti-nantikan itu. Disamping itu juga dikenal istilah lain untuk tradisi ini sebagai mamboan aek ni unte yang secara khusus digunakan bagi kunjungan dari keluarga hula-hula/tulang. Pada hakikatnya tradisi mamoholi adalah sebuah bentuk nyata dari kehidupan masyarakat Batak tradisional di bona pasogit yang saling bertolong-tolongan (masiurupan). Seorang ibu yang baru melahirkan di kampung halaman, mungkin memerlukan istirahat paling tidak 10 hari sebelum dia mampu mempersiapkan makanannya sendiri. Dia masih harus berbaring di dekat tungku dapur untuk menghangatkan badanya dan disegi lain dia perlu makanan yang cukup bergizi untuk menjamin kelancaran air susu (ASI) bagi bayinya.

Martutu Aek

artutu aek adalah merupakan sebuah perayaan tradisional Batak Toba yang memiliki kemiripan sebagai upacara pembaptisan ataupun pengesahan. Tradisi ini menggunakan air, yang dikenal sebagai pemurni. Acara ini dikenakan pada seorang anak yang baru lahir, sekitar usia tujuh hari. Si anak yang mau dibaptis (mengikuti acara martutu aek) dibawa ke sumber mata air. Ritual ini dimulai dengan doa yang disampaikan oleh pemimpin acara kepada Sang Ilahi, yang dinamai Mulajadi na Bolon. Selanjutnya, pemimpin upacara membentangkan ulos ragi idup di atas pasir.

Pemimpin upacara ayau yang disebut sebagai ulu punguan meneteskan minyak kelapa ke dalam cawan yang telah berisi jeruk purut guna memastikan bahwa roh (dalam bahasa Batak Toba: tondi) si bayi tersebut berada di dalam badan. Selanjutnya, anak yang hendak diberi nama tersebut dimandikan di mata air.

Pemimpin upacara tersebut mengoleskan aztec gems kunyit ke tubuh bayi dan menyucikan (memandikan) bayi tersebut degan jeruk purut. Lalu, pemimpin upacara mengoleskan minyak kelapa ke dahi bayi.  Usai acara tersebut, pemimpin upacara mencabut pisau Solam Debata yang dibawanya memberkati bayi tersebut. Dengan memohon kepada Mulajadi Na Bolon, Ulu Punguan menarikan kain putih agar kain putih tersebut diberkati oleh Mulajadi Na Bolon sebagai pembungk

Mangharoani

Mangharoani adalah tradisi adat yang diadakan oleh orang tua untuk merayakan kelahiran anaknya atau disebut juga dengan mangalang hesek. Tradisi ini diisi dengan kegiatan makan bersama keluarga, atas rasa bahagia dan syukur kepada Tuhan karena sang ibu melahirkan dalam kondisi yang baik dan sehat. Pada upacara Mangharoan ini si ibu dari si anak bayi akan diberikan asupan makanan yang diharapkan bisa memperlancar suplai sir susunya kepada si anak. Tradisi ini bertujuan mendekatkan diri secara lebih antara si anak dengan si ayah dan ibunya agar keterikatan mereka bisa terjaga dengan baik untuk ke depannya.

Mangirdak atau Mangganje atau Mambosuri boru

Mangirdak atau Mangganje, atau Mambosuri Boru, atau Manonggot merupakan satu diantara dari serangkaian upacara adat pada Suku Batak Toba terhadap calon ibu yang usia kehamilannya sudah mencapai tujuh bulan. Mangirdak jika diartikan dengan Bahasa Indonesia berarti memberikan semangat kepada wanita yang menikah yang hendak melahirkan. Sebagai contoh, seorang laki-laiki bermarga Naibaho menikah dengan seorang perempuan boru Manihuruk (boru juga adalah marga untuk penyebutan wanita).

Maka orang tua dari istri Olympus Slot (disebut sebagai Parboru) beserta rombongan dari keluarga marga Manihuruk mendatangi putri dan manantunya itu dengan membawa makanan dan ulos. Tidak hanya kehamilan tujuh bulan saja, syarat Mangirdak adalah dilaksanakan pada kehamilan pertama wanita yang telah menikah, atau disebut juga dengan Buha Baju. Sebagai catatan, upacara ini biasanya berlaku juga bagi pasangan yang jika salah satunya bukan berasal dari Suku Batak. Misalnya pria bermarga Naibaho menikah dengan Boru Tionghoa, atau bisa sebaliknya, lelaki dari Suku Jawa yang menikahi Boru Sitanggang.

Budaya dari Suku Dayak Maanyan di Kalimantan

Budaya dari Suku Dayak Maanyan di Kalimantan

Budaya dari Suku Dayak Maanyan di Kalimantan – Nama Dayak mulanya adalah sebutan untuk penduduk asli di Pulau Kalimantan. Suku Dayak, memiliki 405 sub-sub suku yang setiap sub sukunya memiliki adat, tradisi serta budaya yang data macau hampir sama. Suku Dayak, merupakan suku yang berasal dari Kalimantan akan tetapi suku Dayak juga tersebar hingga ke Sabah dan Sarawak, Malaysia. Di Kalimantan Selatan, orang dari suku Dayak pernah membangun sebuah kerajaan. Dalam tradisi lisan, orang Dayak yang berdiam di daerah tersebut, seringkali disebut dengan nama Nansarunai Usak Jawa, yang artinya ialah kerajaan Nansarunai dari Dayak Maanyan yang telah dihancurkan oleh Majapahit dan diperkirakan berdiri pada tahun 1309-1389.

Karena runtuhnya kerajaan Nansarunai, penduduk suku Dayak Maanyan pun menjadi terdesak serta terpencar. Beberapa masuk ke daerah-daerah yang berada di pedalaman wilayah suku Dayak Lawangan. Penduduk suku Dayak kemudian terpisah dan terpencar kembali, ketika arus besar selanjutnya datang yaitu ketika pengaruh agama Islam dari kerajaan Demak mulai masuk dengan para pedagang Melayu pada sekitar tahun 1520. Ketika pengaruh Islam mulai masuk, sebagian besar dari suku Dayak yang berada di timur dan selatan Kalimantan pun keluar dari suku karena memeluk agama Islam, selain itu para penduduk suku Dayak yang memeluk agama Islam juga tidak mengakui dirinya bagian dari suku Dayak, sebab hadirnya pengaruh bahasa, budaya dan genetika karena cukup kuat dari pendatang dan terjadinya akulturasi.

Selain membuat starlight princess slot banyak orang Dayak pergi, akulturasi juga membentuk budaya baru dan melahirkan suku serta etnis baru yang mandiri. Meskipun begitu, banyak orang Dayak yang memeluk agama Islam dan tetap memegang teguh kebudayaan dan memegang teguh jati dirinya sebagai anggota dari suku Dayak. Orang-orang Dayak yang menolak ajaran agama Islam, tetap teguh dengan agama lama yang mereka anut dan kembali menyusuri sungai, masuk ke pedalaman, bermukim di beberapa seperti Batang Labuan Amas, Batang Amandit, Margasari, Amuntai, Kayu Tangi, dan Batang Balangan, dan sebagian dari orang Dayak lainnya terus masuk ke rimba.

Tiwah

Tradisi suku Dayak selanjutnya ialah Tiwah, Tiwah merupakan upacara pemakaman yang dilakukan oleh masyarakat Dayak Ngaju, di mana mereka akan membakar tulang belulang dari kerabat yang telah meninggal dunia. Menurut kepercayaan Kaharingan, tradisi Dayah Tiwah, dipercaya mampu mengantarkan arwah dari orang yang telah meninggal agar mudah menuju dunia akhirat atau disebut pula dengan nama Lewu Tatau. Ketika melaksanakan tradisi Twiah, biasanya keluarga yang ditinggalkan akan menari dan bernyanyi sambil mengelilingi jenazah. Proses pembakaran tulang belulang jenazah, hanya dilakukan secara simbolis sehingga tidak semua tulang jenazah akan ikut dibakar dalam upacara Tiwah.

Manajah Antang

Tradisi dari suku Dayak selanjutnya ialah manjah antang, tradisi ini merupakan suatu ritual untuk mencari di mana musuh berada ketika berperang. Menurut cerita masyarakat Dayak, ritual manajah antang merupakan ritual pemanggilan roh leluhur dengan burung Antang, di mana burung tersebut dipercaya mampu memberitahukan lokasi musuh. Selain dipakai ketika berperang, tradisi manajah antang pun dipakai untuk mencari petunjuk-petunjuk lainnya.

Mantat Tu’Mate

Seperti halnya Tiwah, tradisi mantat tu’mate slot bet 200k merupakan tradisi untuk mengantarkan orang yang baru saja meninggal dunia. Namun mantat tu’mate berbeda dengan Tiwah. Sebab, mantat tu’mate dilakukan selama tujuh hari dengan konten acara iring-iringan musik serta tari tradisional. Setelah upacara selama tujuh hari selesai, barulah jenazah kemudian akan dimakamkan. Grameds bisa mengetahui lebih lanjut mengenai tradisi suku Dayak yang telah ditulis oleh Mulyawan Karim dalam bukunya yang berjudul Di Rumah Panjang Pergulatan Hidup dan Cinta Orang Dayak Iban. Dalam buku ini, penulis menuliskan kumpulan kisah hidup sehari-hari yang mencerminkan pandangan dunia tentang suku bangsa Kalimantan menurut perspektif orang dalam atau masyarakat Dayak itu sendiri.

Tato

Tradisi kedua dari masyarakat suku Dayak ialah tato yang menjadi simbol dari kekuatan serta hubungan mereka dengan Tuhan, perjalanan kehidupan, dan lain sebagainya. Hingga kini, tradisi tato masih dimiliki dan dilakukan oleh masyarakat suku Dayak. Menggambar tato, tidak hanya dilakukan oleh laki-laki saja, akan tetapi juga perempuan Dayak. Proses pembuatan tato yang dilakukan oleh masyarakat suku Dayak pun terkenal. Sebab, mereka masih menggunakan peralatan sederhana, di mana orang yang akan ditato hanya akan menggigit kain sebagai pereda sakit dan tubuhnya akan dipahat menggunakan alat tradisional. Gambar tato yang dilukiskan di badan masyarakat suku Dayak juga tidak sembarangan. Setiap gambar memiliki makna tersendiri. Contohnya seperti tato bunga terong yang ada pada laki-laki Dayak, bunga terong menggambarkan bahwa laki-laki tersebut telah memasuki tahap dewasa. Sedangkan bagi perempuan Dayak, untuk menandakan kedewasaan, maka ia akan mendapatkan tato Tedak Kassa yang digambar di kaki.

Ngayau atau Berburu Kepala

Ngayau atau berburu kepala merupakan salah satu tradisi yang dimiliki oleh masyarakat suku Dayak dan telah dihentikan saat ini. Alasanya, karena tradisi ini cukup mengerikan dan mengancam nyawa seseorang. Ngayau merupakan tradisi di mana seseorang dari suku Dayak akan berburu kepala musuhnya. Tradisi ngayau ini hanya dilakukan oleh beberapa rumpun Dayak saja, yaitu Ngaju, Iban, serta Kenyah.

Tradisi berburu kepala ini merupakan tradisi yang penuh dendam. Sebab, seorang anak akan memburu keluarga dari pembunuh ayahnya dan mengambil kepala dan membawa kepala tersebut ke rumah. Tradisi ini ditanamkan secara turun temurun. Berburu kepala harus dilakukan oleh pemuda Dayak sebagai wujud pembuktian, bahwa ia mampu membanggakan keluarganya dan menyandang gelar Bujang Berani. Tidak hanya itu, ngayau menjadi syarat agar para pemuda Dayak dapat menikahi gadis pilihannya. Perburuan kepala, tidak dilakukan sendirian akan tetapi dalam sebuah kelompok kecil ataupun besar.

Tradisi Kuping Panjang

Orang-orang suku Dayak, memiliki tradisi yang cukup unik yaitu memanjangkan telinganya. Tradisi ini, hanya dilakukan oleh perempuan Dayak yang berada di Kalimantan timur. Ada sebuah anggapan ketika seorang perempuan Dayak memiliki telinga panjang, maka ia akan terlihat semakin cantik. Oleh karena itu, banyak perempuan Dayak yang memanjangkan telinga karena semakin panjang, maka akan semakin terlihat cantik. Selain karena kecantikan, memanjangkan kuping juga disebut sebagai tradisi untuk menunjukan status kebangsawanan serta melatih kesabaran. Untuk memanjangkan telinga, perempuan suku Dayak biasanya menggunakan logam sebagai pemberat yang ditaruh di bawah telinga atau tempat memasang anting-anting. Bagi perempuan Dayak, mereka diperbolehkan untuk memanjangkan telinga hingga dada. Sedangkan laki-laki Dayak diperbolehkan memanjangkan telinga hingga mencapai bawah dagu.

Senjata Tradisional bagi Masyarakat Betawi

Senjata Tradisional bagi Masyarakat Betawi

Senjata Tradisional bagi Masyarakat Betawi – Etnis atau masyarakat Betawi slot88 adalah istilah yang dikenal pada zaman kolonial. Penduduk asli Jakarta dulu bernama Batavia. Kebudayaan suku Betawi terbentuk dengan adanya akulturasi berbagai macam kebudayaan yang masuk ke  Jakarta. Kebudayaan adalah peninggalan leluhur di masa lampau, baik yang bentuknya fisik maupun nonfisik. Peninggalan kebudayaan dapat bertahan menghadapi berbagai dimensi waktu dan perubahan yang terjadi pada manusia dan zaman, asalkan masyarakat mau menjaga peninggalan kebudayaan dengan baik dan konsisten. Senjata tradisional merupakan salah satu peninggalan kebudayaan yang bentuknya fisik. Senjata yang digunakan oleh para pendahulu kita sifatnya masih tradisional. Oleh karena itu, senjata yang digunakan pada zaman itu dikenal dengan nama senjata tradisional.

Pisau Raut

Jenis senjata tradisional Betawi selanjutnya slot server thailand yaitu Pisau Raut. Pisau Raut ini tidak dipakai sebagai senjata dalam pertempuran, akan tetapi dikenakan sebagai sarana budaya. Para pengantin pria biasanya memakai senjata ini sebagai tambahan aksesoris busana pengantin adat masyarakat Betawi. Pisau Raut diselipkan pada ikat pinggang di depan perut yang dilengkapi rangkaian bunga melati sebagai tambahannya.

Sarung

Mungkin kita sering melihat orang Betawi menyampirkan sarung yang dilipat di pundak atau dililitkan di pinggang. Hal ini menandakan bahwa sarung yang dipakai digunakan untuk mempertahankan diri. Sarung yang dikalungkan di leher dapat ditarik dengan cepat untuk menangkis serangan senjata tajam oleh musuh atau lawan yang diayunkan secara tiba-tiba.

Sarung menjadi senjata tradisional Betawi yang biasa digunakan untuk menangkis dan mementalkan serangan dari golok lawan. Selain itu, sarung juga berfungsi untuk mengikat leher lawan setelah melakukan tangkisan dari golok lawan.

Senjata ini tergolong sangat unik, karena bukan termasuk senjata tajam akan tetapi berupa kain tenun yang seharusnya tidak mampu membuat luka gores sedikitpun. Meski sarung ini dapat digunakan sebagai senjata saat berperang, orang Betawi tidak menggunakannya secara khusus sebagai senjata, akan tetapi memakainya sebagai selimut di kala dingin maupun untuk menutup aurat ketika salat. Oleh karena itu, orang Betawi tidak melupakan kegunaan utama dari benda yang satu ini.

Cunrik Betawi

Ketika bepergian, kaum wanita Betawi joker123 pada masa lalu juga sering membawa senjata yang berfungsi untuk melindungi diri. Adapun yang membedakannya, senjata tradisional Betawi yang dibawa oleh kaum wanita ini tidak berbentuk seperti senjata pada umumnya. Senjata ini dibuat mirip seperti aksesoris tusuk konde namun cukup mematikan karena ketajamannya dari Cunrik Betawi ini.

Punta

Senjata tradisional Betawi selanjutnya yaitu Punta. Punta adalah senjata tajam yang berbentuk melengkung dan hampir membentuk seperti huruf S dengan ujung yang runcing. Punta memang terlihat mirip dengan senjata tradisional Kujang dari suku Sunda. Punta tak bisa dimiliki oleh sembarang orang, hanya saudagar besar yang boleh memiliki Punta sebagai senjata tradisional untuk melindungi diri sendiri. Masyarakat biasa tidak bisa dengan mudah memiliki senjata tradisional ini. Akan tetapi, saat ini jarang ditemukan saudagar atau pedagang yang menyimpan senjata tradisional Punta.

Senjata Punta berguna terutama untuk melakukan penyerangan atau mempertahankan diri dari serangan musuh yang mengincar barang bawaan para saudagar pedagang zaman dulu. Tidak semua pengrajin bisa membuat senjata tradisional yang satu ini, sehingga para saudagar perlu memesanan terlebih dahulu untuk mendapatkannya. Selain membuat sendiri, Punta dapat diperoleh juga dari pemberian orang lain.

Keris

Selain golok, keris termasuk salah satu senjata tradisional masyarakat Betawi. Keris Betawi berbentuk sebagaimana bentuk keris di masyarakat Jawa pada umumnya. Hal ini membuat banyak budayawan yang menganggap bahwa keris Betawi menjadi warisan dari budaya Sunda dan Cirebon.

Toya

Betawi dikenal sebagai daerah yang mempunyai banyak jawara dan perguruan silat. Maka tak mengherankan apabila kita menemukan adanya senjata tradisional tongkat bernama Toya ini. Senjata tradisional Toya pada masa lampau digunakan sebagai alat untuk latihan bagi murid-murid di perguruan silat. Jika digunakan sebagai alat untuk menjaga diri, Toya biasanya dilengkapi dengan gerigi kasar pada kedua ujung untuk memberikan efek yang lebih besar pada lawan yang terkena pukulan.

Menyadur dari portal resmi Pemerintah Provinsi  DKI Jakarta Jakarta, senjata tradisional Toya merupakan kayu atau bambu sepanjang 1,5 meter yang berfungsi untuk menangkis senjata tajam, menyodok, menggebuk, dan bahkan menyerang musuh. Toya mempunyai jangkauan yang luas dan biasanya digunakan dalam dunia persilatan. Selain itu, Toya dapat digunakan untuk menangkis serangan golok yang dilancarkan oleh lawan. Senjata tradisional ini berbentuk sangat sederhana, yakni berupa kayu lurus atau bambu lurus yang sangat keras.

Belati

Masyarakat Betawi memang tidak banyak mengenal jenis senjata tikam. Hal ini disebabkan pada budaya masyarakat Betawi tidak suka dengan perkelahian yang berlebihan. Meski begitu, masyarakat Betawi mengenal senjata tradisional Belati sebagai salah satu senjatanya. Belati Betawi bentuknya mirip dengan golok, akan tetapi Belati memiliki ukuran yang lebih kecil. Selain ukurannya, bilah Belati cenderung lebih tebal dengan ujung yang lancip dan melengkung.

Belati menjadi senjata tradisional yang berukuran kecil namun memiliki kelebihan yaitu tajam. Terdiri dari bilah, gagang, dan juga sarung. Belati mempunyai tiga bagian, yaitu bagian badan, gagang, dan sarung. Senjata tradisional Belati digunakan oleh para jawara sebagai senjata lempar untuk mengincar lawan yang jaraknya jauh. Selain itu, senjata tradisional Belati terutama digunakan sebagai alat untuk bertarung oleh para ahli silat atau para jawara.

Trisula

Pengaruh budaya Hindu di Nusantara, termasuk pulau Jawa pada masa lampau cukup meninggalkan banyak benda yang bersejarah dan menjadi budaya. Di antara peninggalan budaya tersebut yaitu penggunaan senjata tradisional Trisula sebagai senjata oleh masyarakat Betawi. Senjata tradisional Betawi bernama Trisula ini sekilas serupa dengan trisula dari Palembang, hanya saja pada bagian bilah tengah cenderung lebih panjang dan kedua bilah di sisi kiri kanan dibuat melengkung ujungnya.

Trisula adalah senjata tradisional Betawi yang hanya dapat dipesan khusus oleh para jawara pada pandai besi. Tak seperti Trisula Poseidon yang berbentuk tongkat dengan tiga bilah tajam di ujungnya. Trisula masyarakat Betawi cenderung lebih mirip pisau dengan tiga mata. Mata pisau yang di tengah lebih panjang jika dibandingkan dengan mata pisau Trisula lainnya. Trisula umumnya digunakan untuk menusuk dan menangkis serangan yang dilancarkan oleh lawan.

Badik Cangkingan

Kaum muda Betawi yang pergi jauh dari rumah sering membawa senjata untuk melindungi diri. Senjata tradisional Betawi ini berukuran kecil dan berbentuk mirip dengan senjata tradisional Rencong dari Aceh atau senjata tradisional Badik dari Sulawesi. Mengenai asal usul nama senjata tradisional ini, mungkin karena sering dibawa pergi (dicangking). Senjata tradisional Betawi ini kemudian dinamai Badik Cangkingan. Namun, saat ini, senjata tradisional Betawi jenis ini sudah jarang dipakai dan tidak mudah ditemukan. Badik Cangkingan adalah senjata yang bilah besinya tajam dan berukuran panjang. Senjata tradisional ini dibalut dengan cincin perak atau perunggu yang menghubungkan bilahnya dengan gagang. Gagang Badik dibuat dari bahan kayu maupun gading yang bentuknya melengkung sesuai dengan genggaman tangan penggunanya. Sarung Badik terbuat dari bahan kayu dan dihiasi dengan ukiran khas Betawi untuk menambah kekhasan dari senjata tradisional ini. Adapun, bagian badan Badik terbuat dari besi atau baja hasil dari leburan rel kereta api.

Senjata Tradisional dalam Suku Batak di Masa Dulu

Senjata Tradisional dalam Suku Batak di Masa Dulu

Senjata Tradisional dalam Suku Batak di Masa Dulu – Masyarakat Batak atau Sumatera Utara dikenal sebagai masyarakat yang selalu berupaya dalam rtp live menjaga kelestarian budaya nenek moyang. Dimana saja mereka berada, umumnya ciri khas masyarakat Batak akan tetap terlihat. Bahkan, seringkali merek juga masih menggunakan bahasa daerahnya untuk berkomunikasi dengan sesamanya meski sedang berada di perantauan. Salah satu bukti kelestarian budaya Sumatera Utara ini, dapat kita lihat pada peninggalan budaya kebendaan yang masih terjaga hingga sekarang. Diantaranya adalah senjata tradisional yang cukup bervariasi. Di dalam artikel ini, kita akan membahas lebih dalam mengenai senjata tradisional Batak lengkap dengan gambar-gambarnya.

Senjata tradisional Batak atau Sumatera Utara beserta penjelasannya akan dibahas secara detail di dalam artikel ini. Hal itu bertujuan untuk membantu yang sedang memerlukan informasi yang berkaitan dengan budaya Indonesia. Seperti yang kita tahu bahwa senjata tradisional merupakan salah satu bagian dari budaya nusantara. Selain destinasi wisata, Provinsi Sumatera Utara ini termasuk ke dalam daerah yang kaya dengan keragaman budaya. Terdapat rumah adat, pakaian adat, alat musik, dan lain sebagainya. Semua itu adalah khazanah yang perlu kita lestarikan hingga ke generasi mendatang. Jangan sampai generasi mendatang tidak mengetahui budaya asli dari Indonesia. Pada artikel kali ini, kita akan membahas mengenai senjata tradisional yang ada di Batak, Sumatera Utara. Sebagian besar senjata klasik ini mungkin sudah tidak pernah digunakan lagi. Benda bersejarah tersebut hanya menjadi sebuah peninggalan saja. Itu pun hanya dapat kita lihat di dalam museum. Hal ini tentu sangat dipengaruhi oleh kemajuan teknologi, yang mana sudah hadir senjata yang lebih modern.

Senjata Hujur Siringis

Hujur Siringis adalah salah satu rolet senjata tradisional Batak yang berbentuk seperti tombak. Pada zaman dahulu, senjata ini merupakan senjata yang dipakai dalam medan perang oleh masyarakat Batak. Sementara untuk bahan yang digunakan dalam membuat senjata ini adalah kayu yang ringan namun cukup kuat dan dilengkapi dengan logam pada ujungnya.

Tak hanya itu, senjata yang satu ini diyakini sebagai senjata yang dipakai untuk berperang oleh para prajurit kerajaan Batak di masa lampau. Bentuk tembakannya lebih ramping bila dibandingkan dengan tombak pada umumnya. Senjata yang satu ini juga tidak hanya dipakai untuk berperang namun juga digunakan sebagai pembuka mata air.

Senjata Tunggal Panaluan

Senjata Tunggal Panaluan adalah senjata yang berbentuk seperti tongkat yang kerap digunakan oleh Suku Batak. Dimana senjata ini diyakini mempunyai kekuatan gaib yang bisa menahan hujan, menurunkan hujan, mengobati penyakit, menangkap pencuri, menolak wabah penyakit. membantu dalam pertempuran. Secara fisik, serangan yang akan dihasilkan oleh senjata ini bisa memberikan dampak yang cukup serius. Senjata yang satu ini umumnya sering digunakan untuk menyerang musuh atau lawan. Tunggal Panaluan ini juga memiliki ukiran relief patung yang dihiasi dengan bulu-bulu halus. Masyarakat Batak sendiri meyakini bahwa untuk melumpuhkan musuh tidak perlu bersentuhan fisik secara langsung. Karena mereka yakin bahwa raja-raja sebelumnya sudah menggunakan senjata tersebut untuk melumpuhkan musuh dengan cara memakai kekuatan mistis pada Tunggal Panaluan.

Senjata Parang

Senjata parang adalah senjata yang daftar slot777 memiliki bentuk hampir serupa dengan pisau. Hanya saja bedanya terletak pada bentuknya yaitu cenderung lebih besar. Senjata yang satu ini pada zaman dulu digunakan untuk melindungi diri dari berbagai ancaman musuh ketika berperang dan juga untuk melindungi diri dari ancaman binatang buas. Namun di zaman sekarang ini, para juga digunakan oleh masyarakat untuk berkebun dan menyembelih hewan. Senjata yang satu ini sangat mudah kita jumpai, hal itu dikarenakan senjata ini digunakan oleh para pedagang daging hewan di pasar. Adapun nama lain dari parang adalah golok dan juga masih mempunyai banyak jenisnya. Ada senjata parang yang hanya dipakai khusus untuk memotong daging hewan dan ada pula yang dipakai khusus untuk memotong kayu di dalam hutan.

Senjata Silima Sarung

Senjata Silima Sarung sebenarnya bernamakan Piso Silima Sarung, sebab di dalam sebuah sarung tersebut, ada lima buah mata pisau. Katanya, senjata yang satu ini mengandung banyak nilai filosofis yang sangat luhur. Silima Sarung ini juga termasuk ke dalam senjata yang dipakai saat berperang di masa lalu oleh masyarakat Batak. Selain itu, senjata ini juga tergolong ke dalam senjata yang sangat berbahaya apabila sampai tertancap pisau ini. Suku Batak sendiri meyakini bahwa manusia mempunyai empat roh dan yang kelima merupakan tubuh manusia.

Senjata Piso Sanalenggam

Senjata Piso Sanalenggam yang satu ini memiliki bentuk yang menyerupai golok, karena bentuknya yang cenderung lebih lebar dibandingkan dengan senjata lainnya. Mata pedangnya sendiri juga lebih lebar dengan gagang pedang yang terbuat dari kayu dan mempunyai ukiran. Kemudian di bagian ujung gagang, biasanya ada logam kuning.

Gagang yang ada di senjata ini umumnya berbentuk ukiran seorang laki-laki yang sedang menunduk mirip dengan ukiran yang ada di Suku Maya. Kemudian sarung dari senjata ini juga mirip dengan sarung golok yang datar dan lebar. Dulu, senjata yang satu ini adalah senjata yang dipakai untuk berperang dan juga sebagai alat untuk berburu.

Senjata Meriam Puntung

Senjata Meriam Puntung merupakan senjata tradisional Batak peninggalan sejarah yang berada di Istana Maimun. Dimana senjata yang satu ini mempunyai kisah menarik di dalamnya. Dulu, senjata ini diletakkan di halaman istana yang ada di dalam sebuah bangunan rumah adat Batak Karo. Kenapa dinamakan Meriam Puntung? Karena senjata tersebut sudah tidak utuh lagi atau buntung.

Meriam Puntung ini mempunyai kisah yang berhubungan dengan Kerajaan Aru dan juga kisah dari Putri Hijau. Senjata yang satu ini dianggap mempunyai kekuatan gaib yaitu bisa meledak meski sulit apinya tidak dinyalakan. Namun pada versi lainnya mengatakan bahwa meriam ini adalah sebuah bukti penaklukan Kesultanan Deli terhadap Kerajaan Aru.

Senjata Piso Karo

Senjata Piso Karo merupakan salah satu senjata tradisional yang berasal dari Sumatera Utara. Adapun bentuk dari Piso ini yaitu hampir mirip dengan Piso Gading. Kemudian untuk pembedanya ada di bagian gagangnya. Apabila Piso Gading gagangnya terbuat dari ukiran gading gajah, lain halnya Piso Kro yang bagian gagangnya terbuat dari bahan kayu tanpa adanya ukiran. Untuk keunikan senjata Piso Karo ini yaitu ada di bagian ujung pegangannya yang bercabang. Tak hanya itu saja, di bagian sarungnya juga sudah dilengkapi dengan suasa dan perak sebagai pamor.

Senjata Piso Toba

Senjata Piso Toba ini termasuk ke dalam senjata tradisional yang berasal dari kebudayaan suku Batak, Sumatera Utara. Adapun bentuk dari senjata ini yaitu lebih keci bila dibandingkan dengan Piso Batak lain. Dengan mempunyai bentuk gagang yang melengkung ke dalam, hal itu akan memudahkan dalam memegang senjata tersebut.

Senjata Piso Gaja Dompak

Senjata Piso Gaja Dompak adalah senjata dari seorang pahlawan besar yang ada di Indonesia, yang bernama Sisingamangaraja XII. Senjata yang satu ini digunakan ketika melawan yang dianggap mempunyai kekuatan supranatural. Piso Gaja Dompak ini adalah senjata tradisional yang memiliki bentuk lebih pendek dibandingkan pedang. Namun lebih panjang daripada belati. Gagang yang ada di senjata ini umumnya mempunyai ukiran yang berbentuk gajah. Sementara sarungnya biasanya berwarna hitam. Senjata ini termasuk salah satu benda yang disakralkan oleh Kerajaan Batak.

Senjata Tradisional Warisan Suku Banten

Senjata Tradisional Warisan Suku Banten

Senjata Tradisional Warisan Suku Banten – Provinsi Banten memiliki budaya yang masih asri hingga saat ini. mungkin tidak asing dengan sweet bonanza suku baduy yang ada di Banten yang merupakan suku asli yang hingga saat ini masih menjalankan segala aktivitasnya berdasarkan nilai-nilai budaya. Suku Baduy tersebut menunjukan bahwa daerah Banten memang memiliki nilai budaya yang luhur yang perlu kita lestarikan.

Salah satunya adalah senjata tradisional Banten yang memiliki sejarah dan nilai-nilai budaya hingga saat ini. meskipun tidak semua masyarakat Banten layaknya suku Baduy yang hidup di tengah hutan dan jauh dari kehidupan modern seperti yang kita jalankan sekarang. Namun Banten memiliki sejarah kebudayaan yang panjang, termasuk dalam hal senjata tradisional. Ada beberapa jenis senjata tradisional banten yang jadi warisan budaya Indonesia yang perlu kita lestarikan, karena mungkin sebagian jenisnya sudah sulit kita temukan dalam kegiatan sehari-hari. Lebih lengkap tentang apa saja jenis senjata tradisionall Banten, berikut ini penjelasannya:

Kehadiran para jagoan ini di Banten tidak terlepas dari senjata tradisional Banten. Senjata adalah elemen budaya manusia, dan usianya sejalan dengan munculnya peradaban manusia. Senjata tradisional juga dapat dilihat sebagai produk budaya yang membentuk kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi metalurgi di kalangan masyarakat nusantara di masa lalu. Senjata berbentuk tradisional dikembangkan pada tahun untuk memenuhi kebutuhan manusia. Orang tradisional menggunakan senjata untuk melindungi diri dari serangan musuh. Senjata, di sisi lain, juga digunakan untuk penangkaran dan perburuan hewan untuk memenuhi kebutuhan pangan. Senjata tradisional didominasi oleh laki-laki.

Hal ini tidak terlepas dari budaya sosial yang melekat pada pemahaman ayah dan penggambaran pemimpin laki-laki. Itu sebabnya senjata tampaknya menjadi suatu keharusan bagi pria. Misalnya, dalam budaya Banten, golok dianggap sebagai simbol kekuatan laki-laki, yang dilambangkan dengan senjata perang atau bertarung.

Golok Ciomas Banten

Dikenal dengan nama Golok Ciomas, senjata tradisional Banten ini merupakan senjata bersejarah di wilayah Banten. Parang Ciomas ini tidak berbeda dengan parang biasa dan juga digunakan sebagai senjata hongkong pools tersembunyi untuk pertahanan diri. Parang Ciomas ini konon memiliki nilai misterius seperti senjata Keris. Banyak yang percaya bahwa parang atau golok Ciomas ini sangat ampuh untuk menyerang musuh. Namun, istilah “menangkap” tidak berarti bahwa parang digunakan untuk melukai musuh secara fisik. Atau, kamu mungkin bisa “mengalahkan” musuh tanpa mengeluarkan parang. Pada zaman kolonial kuno, parang ini sangat terkenal sebagai salah satu senjata yang biasa digunakan sebagai alat perang oleh para jawara Banten untuk melawan kolonial.

Nama “Golok Ciomas” untuk senjata tradisional ini berasal dari daerah yang disebut “Ciomas”. Daerah ini merupakan salah satu tempat pembuatan parang yang terkenal, termasuk di Golok Ciomas. Orang Banten menyebut parang ini sebagai “bedog”. Namun, ada beberapa perbedaan bahwa bedog biasa ini berfungsi sebagai bagian dari peralatan. Bedog ini kadang-kadang disebut dengan nama “Bedog Ciomas” untuk membedakannya sebagai perlengkapan atau senjata. Ini secara khusus mengacu langsung pada senjata. Senjata tradisional Banten yang bernama Golok Ciomas ini memiliki keistimewaan dalam proses pembuatannya. Kita juga harus bisa mengikuti aturan tidak tertulis yang telah diturunkan secara turun temurun pada masa Kesultanan Banten.

Congkrang Atau Arit Banten

Senjata Congkrang adalah senjata tradisional yang merupakan mahjong ways 2 berbentuk bilah lengkung dan bernama lain arit Banten. Seperti halnya senjata Bedog, Congkrang umumnya digunakan untuk membantu orang-orang Banten dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, petani membawa Congkrang ke lapangan dan membersihkan rumput dan memangkas tanaman liar. Para peternak juga memiliki Congkrang untuk mengambil rumput dan daun, karena untuk makanan sapi dan kambing mereka. Senjata tradisional ini biasanya digunakan di seluruh dunia ketika disimpan di rumah, dan disimpan di dapur. Arit biasanya disembunyikan di bawah kasur atau di bawah tempat tidur. Poin paling penting adalah bahwa senjata ini benar- benar tidak boleh dimainkan oleh anak-anak.

Meskipun masuk dalam jenis senjata, Congkrang atau Arit banten ini tidak digunakan dalam pertempuran ketika ada musuh. Para jawara asal Banten lebih sering menggunakan parang untuk melawan kekejaman tentara VOC. Congkrang masih diproduksi hingga saat ini di Banten. Namun hal yang sangat mengecewakan adalah ada saja orang jahat yang mengambilnya dan mengubahnya menjadi alat untuk mencuri tas dan aksi perampokan lainnya.

Parang

Senjata parang adalah senjata tradisional Banten yang bilahnya lebih panjang dari parang. Pada akhir perang, orang menggunakan senjata ini untuk mematahkan bambu. Pada zaman dahulu, rumah-rumah tradisional dibangun dari bambu, sehingga diperlukan parang yang tajam sebelum mencari bilah bambu. Seperti Al-Qur’an, senjata ini digunakan setiap hari. Cara terbaik untuk membersihkan parang adalah dengan mencucinya dengan baik setelah digunakan di kebun. Namun, jangan langsung memasukkannya ke dalam wadah setelah terkena air. Pertama, keringkan parang dengan kain bersih agar tidak berkarat. Senjata ini relatif lebih sering digunakan daripada parang, sehingga ujung parang diasah secara teratur untuk mencegah tumpul.

Banten memiliki berbagai senjata dan telah menjadi terkenal sebagai desa master. Ketajaman parang dan senjata lainnya tidak membuat orang yang memilikinya menjadi sombong. Senjata ini sebenarnya dibuat untuk melindungi dari serangan musuh. Pada saat yang sama, ketika Indonesia masih dijajah oleh Belanda, maka senjata tradisional ini menjadi alat perang. Senjata tradisional Banten seperti parang dan bedog masih ada sampai sekarang karena digunakan untuk menyembelih hewan kurban, memotong daging, dan memecahkan kelapa. Parang sendiri lebih kuat dan tajam dari pisau dapur biasa. Ada juga parang untuk oleh-oleh kepada tamu asing yang berkunjung ke daerah Banten. Itulah sebabnya senjata ini juga sangat melekat dengan budaya Banten.

Golok Sulangkar

Golok Sulangkar adalah salah satu senjata tradisional asli yang diwarisi dari budaya masyarakat Banten. Biasanya masyarakat Banten menggunakan Golok Sulangkar ini dengan memberi racun ke bagian golok, seperti racun ulat tanah, kalajengking, atau katak buduk. Itulah sebabnya efek dari serangan senjata ini sangat fatal. Golok Sulangkar ini terdiri dari beberapa opsi bahan besi. Seperti bahan besi piring hitam, menggunakan bahan Steel dan baja lainnya yang digunakan untuk bekas kikiran besi. Pada zaman kuno, orang Banten menggunakan Golok Sulangkar ini untuk meracuni pedang mereka dengan tujuan untuk melumpuhkan musuh mereka. Besi tua yang digunakan juga harus mengandung besi yang dipilih dengan cermat.

Termasuk juga besi tua yang digunakan oleh orang zaman dahulu yang terkenal kuat dan sangat kokoh meskipun bahannya besi bekas. Orang Banten konon percaya bahwa besi kuno ini mengandung banyak unsur misterius yang kuat.Besi tua ini dipercaya oleh orang-orang Banten, termasuk kekuatan supernatural. Metode Pembuatan Senjata Golok Sulangkar ini sangat rumit. Sehingga komponen zat besi dirakit dengan cara yang terbakar dan kemudian ditempa ke pelat besi atau terbentuk sesuai dengan ukuran yang diinginkan. Setelah dicetak menjadi golok, selanjutnya disempurnakan menjadi parang siap pakai. Gagang Golok Sulangkar terbuat dari kayu dan terbuat dari tanduk kerbau. Itu semua tergantung pada selera dan preferensi masing-masing individu.

Golok Banten

Golok Banten merupakan salah satu senjata bersejarah sebagai simbol peradaban pada masa Kerajaan Banten. Di masa lalu, parang ini digunakan sebagai pertahanan terhadap musuh dan mereka yang ingin mengancam keselamatan mereka. Parang Banten ini dibawa oleh Sang Juara untuk melindungi diri dari serangan musuh dan sebagai lambang kehormatan dan status sebagai pendekar atau jagoan. Golok dapat diartikan dalam kamus bahasa Indonesia sebagai tanda saudara kandung atau keris. Untuk jenis benda ini, wilayah Banten dikenal dengan dua nama golok dan badog. Secara fisik kedua benda tersebut sama, namun keduanya memiliki fungsi yang berbeda. Beberapa jenis golok banten ini bisa dijual dengan harga yang sangat mahal.

Pada titik ini, banyak yang menggunakan golok untuk meningkatkan keberanian, kekuatan, pengetahuan tentang kanuragan, wibawa, dan penjaga, serta mempercepat penyerapan pengetahuan. Banten memiliki beberapa jenis golok, termasuk Golok Ciomas yang populer. Golok jenis ini terkenal tidak hanya di Indonesia tetapi juga di luar negeri. Sama seperti golok yang tidak pernah lepas dari yang namanya Banten. Parang buatan Ciomas ini disebut Golok Banten. Ketika memikirkan Banten, golok Banten dan golok Ciomas muncul di benak kamu. Sejarah perkembangan slot bet 200k Kerajaan Banten erat kaitannya dengan berdirinya Golok Ciomas. Parang ini merupakan jenis senjata yang sudah banyak digunakan di masa lalu, termasuk untuk melawan penjajah.

Bedog

Senjata bedog adalah jenis senjata tradisional dengan bilah yang lebih lebar dan ujung yang sedikit melengkung. Senjata tradisional Banten ini biasanya digunakan untuk menebang pohon dan bambu. Bedog juga dapat digunakan di dapur untuk memecahkan batok kelapa dan menyembelih ayam dan kambing. Oleh karena itu, senjata jarang digunakan untuk menghalau serangan musuh. Senjata tradisional tempat bedog ini memiliki bilah besi atau baja campuran dan gagang kayu. Senjata Bedog juga dilengkapi dengan sarung yang menjamin ketajaman bilahnya. Ukurannya yang cukup besar dan beratnya tidak menyulitkan untuk membawanya, baik untuk kebutuhan dapur maupun untuk keperluan perang. Ketika Bedog digunakan untuk menyerang tentara kompi, biasanya datang dari daerah Ciomas.

Ada yang menyebut Parang dan Bedog adalah senjata yang sama, padahal sangat berbeda. Kata Bedog sendiri merupakan sinonim dari sebuah pisau besar yang digunakan untuk memudahkan kehidupan sehari-hari manusia, seperti membersihkan halaman. Sedangkan senjata parang digunakan dalam peperangan. Selain dari fungsi, struktur senjatanya juga berbeda. Bedog lebih kokoh dengan ketebalan materialnya karena untuk keperluan memotong, sedangkan parang lebih ringan namun lebih tajam karena memang fungsinya sebagai senjata perang. Meskipun sekilas bentuknya mungkin hampir mirip, tetapi parang dan bedog adalah senjata tradisional yang berbeda.

Warisan Tradisional dari Budaya Jawa Tengah

Warisan Tradisional dari Budaya Jawa Tengah

Warisan Tradisional dari Budaya Jawa Tengah – Keraton Kasunanan Surakarta dan Pura Mangkunegaran di Kota Solo masih ada. Keberadan keduanya menjadi salah satu pusat kebudayaan di Jawa Tengah. Selain itu, di wilayah Provinsi Jawa Tengah juga terdapat kebudayaan Jawa Pesisir dan Banyumasan. Kebudayaan Jawa Pesisiran berkembang di daerah pantai, terutama pantai utara (Pantura). Kebudayaan ini banyak dipengaruhi kebudayaan Islam. Sedangkan kebudayaan Banyumasan merupakan perpaduan antara kebudayaan Jawa, Sunda dan Cirebon.

Provinsi Jawa Tengah dikenal memiliki spaceman slot banyak sekali tradisi yang hingga saat ini masih tetap dilestarikan oleh masyarakatnya. Tradisi adalah sebuah kebudayaan yang selalu diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Kebudayaan ini bisa beragam, mulai dari yang berkaitan dengan kebiasaan, adat istiadat, hingga berhubungan dengan keagamaan. Tradisi akan terus berjalan jika tetap dilestarikan dengan cara terus melakukannya. Namun, jika hal tersebut tidak dilakukan lagi, maka tradisi tersebut akan menghilang dengan sendirinya.

Bahasa Daerah

Bahasa daerah merupakan bagian dari kebudayaan Jawa Tengah yang paling menonjol. Penduduk Jawa Tengah mayoritas adalah suku Jawa. Bahasa Jawa dipakai slot depo 10k dalam aktivitas sehari-hari. Bahasa Jawa juga memiliki jenis huruf sendiri yang dinamakan huruf Jawa (Honocoroko). Selain itu, ada keanekaragaman bahasa Jawa yang berkembang karena perbedaan dialek yang terbagi dua klasifikasi, yaitu dialek daerah dan dialek sosial. Dialek daerah didasarkan atas wilayah, karakter dan budaya setempat. Sedangkan dialek sosial didasarkan pada status sosial pemakainya. Dialek adalah variasi bahasa yang berbeda-beda menurut daerah asal pemakainya. Dialek juga disebut logat atau aksen.

Rumah Adat

Rumah adat dalam kebudayaan Jawa Olympus slot Tengah dikenal terdapat beberapa jenis. Rumah adat Jawa Tengah dibedakan menurut bentuk atapnya terdapat lima jenis, yakni limasan, joglo atau tikelan, panggangpe, kampung, dan tajug. Susunan rumah adat tradisional Jawa Tengah terdiri atas beberapa bagian, di antaranya pintu gerbang, pendopo, pringgitan, dalem, gandhok, dapur.

Kerajinan Tradisional Jawa Tengah

Kebudayaan Jawa Tengah berikutnya adalah kerajinan tradisional yang memiliki berbagai bentuk seni kerajinan rakyat, diantaranya ukiran, batik, mebel, kerajinan perunggu, gerabah, gamelan, dan keramik. Kerajinan batik menjadi yang paling terkenal di Jawa Tengah dengan pusat di Kota Solo dan Pekalongan. Selain itu juga terdapat kerajinan ukir dari Kabupaten Jepara yang sudah mendunia.

Sejumlah daerah menjadi sentra kerajinan di Jawa Tengah, seperti kerajinan gerabah di Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten, kerajinan tenun lurik di Desa Troso, Pecangakan, Kabupaten Jepara dan Kecamatan Pedan, Kabupaten Klaten, kerajinan perunggu di Desa Tumang, Kecamatan Cepogo, Kabupaten Boyolali, kerajinan tatah sungging di Desa Kepuhsari, Kecamatan Manyaran, Kabupaten  Wonogiri Berikutnya kerajinan tanduk di Desa Kuwel, Kecamatan Polanharjo, Kabupaten Klaten, kerajinan kulit di Desa Mesin, Kabupaten Batang, anyaman bambu di Kota Pekalongan dan Kabupaten Brebes, kerajinan Kuningan di Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati, serta kerajinan wayang lilin di Kabupaten Boyolali.

Upacara Tradisional

Upacara tradisional merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kebudayaan Jawa Tengah. Upacara tradisional di Jawa Tengah dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu upacara yang berhubungan dengan daur hidup dan upacara yang berhubungan dengan aktivitas masyarakat dalam lingkungannya.

Alat musik tradisional

Kebudayaan Jawa Tengah berikutnya adalah alat musik tradisional yang dikenal dengan nama gamelan. Perangkat musik gamelan terdiri atas dua laras, yaitu laras slendro dan pelog. Seperangkat alat musik gamelan laras slendro dan pelog disebut gamelan sepangkon. Daerah yang terkenal sebagai sentra kerajinan gamelan adalah di Desa Wirun, Kecamatan Mojolaban, Kabupaten Sukoharjo.

Alat musik gamelan terdiri atas beberapa instrumen alat musik, seperti kendang, bonang barung, bonang penerus, saron, slenthem, gender, gambang, kempul, kenong, kethug, sitter, suling, rebab, keprak dan kepyang, bedug, dan gong. Gamelan sudah sah ditetapkan menjadi Warisan Budaya Takbenda oleh United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO).

Penetapan gamelan sebagai Intangible Cultural Heritage atau Warisan Budaya Takbenda (WBTB) ditetapkan pada Sidang UNESCO sesi ke-16 Intergovernmental Committee for the Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage di Paris, Perancis pada 15 Desember 2021. Melalui penetapan ini, gamelan resmi menjadi warisan budaya dunia dari Indonesia yang ke-12.

Senjata Tradisional

Keris merupakan senjata tradisional yang paling terkenal dalam Kebudayaan Jawa Tengah. Bahkan sebagian ada yang menganggap sebagai benda pusaka. Beberapa keris diberi nama tertentu, seperti Kiai Setan Kober milik Arya Penangsang (Adipati Jipang), Keris Kiai Sengkelat milik Sultan Hadiwijaya atau Joko Tingkir (Sultan Pajang).

Dari bentuknya keris terdiri atas tiga bagian, yaitu ukiran atau hulu keris, wrangka atau rangka, dan wilahan. Hulu keris biasanya dibuat dari tanduk, kayu, gading, atau emas yang diukir dengan indah. Wrangka atau rangka berfungsi sebagai sarung keris. Wilahan atau gagang keris terbuat dari logam. Dahulu keris dipakai sebagai senjata perang. Sedangkan saat ini sebagai pelengkap pakaian adat.

Tari Tradisional Jawa Tengah

Kebudayaan Jawa Tengah selanjutnya adalah tari tradisional yang terdiri atas tarian keraton dan tarian rakyat. Jenis tarian keraton berasal dari lingkungan keraton. Sedangkan tarian rakyat dipergelarkan dalam upacara-upacara adat. Contoh tarian yang terkenal yaitu Tari Bedhaya dari Keraton Kasunanan Surakarta. Sedangkan tarian rakyat salah satunya adalah tari Dolalak.