Arsip Tag: Mangirdak

Tradisi untuk Menyambut Kelahiran Anak di Suku Batak Toba

Tradisi untuk Menyambut Kelahiran Anak di Suku Batak Toba

Tradisi untuk Menyambut Kelahiran Anak di Suku Batak Toba – Mamoholi disebut manomu-nomu yang maksudnya adalah menyambut slot gacor hari ini kedatangan (kelahiran) bayi yang dinanti-nantikan itu. Disamping itu juga dikenal istilah lain untuk tradisi ini sebagai mamboan aek ni unte yang secara khusus digunakan bagi kunjungan dari keluarga hula-hula/tulang. Pada hakikatnya tradisi mamoholi adalah sebuah bentuk nyata dari kehidupan masyarakat Batak tradisional di bona pasogit yang saling bertolong-tolongan (masiurupan). Seorang ibu yang baru melahirkan di kampung halaman, mungkin memerlukan istirahat paling tidak 10 hari sebelum dia mampu mempersiapkan makanannya sendiri. Dia masih harus berbaring di dekat tungku dapur untuk menghangatkan badanya dan disegi lain dia perlu makanan yang cukup bergizi untuk menjamin kelancaran air susu (ASI) bagi bayinya.

Martutu Aek

artutu aek adalah merupakan sebuah perayaan tradisional Batak Toba yang memiliki kemiripan sebagai upacara pembaptisan ataupun pengesahan. Tradisi ini menggunakan air, yang dikenal sebagai pemurni. Acara ini dikenakan pada seorang anak yang baru lahir, sekitar usia tujuh hari. Si anak yang mau dibaptis (mengikuti acara martutu aek) dibawa ke sumber mata air. Ritual ini dimulai dengan doa yang disampaikan oleh pemimpin acara kepada Sang Ilahi, yang dinamai Mulajadi na Bolon. Selanjutnya, pemimpin upacara membentangkan ulos ragi idup di atas pasir.

Pemimpin upacara ayau yang disebut sebagai ulu punguan meneteskan minyak kelapa ke dalam cawan yang telah berisi jeruk purut guna memastikan bahwa roh (dalam bahasa Batak Toba: tondi) si bayi tersebut berada di dalam badan. Selanjutnya, anak yang hendak diberi nama tersebut dimandikan di mata air.

Pemimpin upacara tersebut mengoleskan aztec gems kunyit ke tubuh bayi dan menyucikan (memandikan) bayi tersebut degan jeruk purut. Lalu, pemimpin upacara mengoleskan minyak kelapa ke dahi bayi.  Usai acara tersebut, pemimpin upacara mencabut pisau Solam Debata yang dibawanya memberkati bayi tersebut. Dengan memohon kepada Mulajadi Na Bolon, Ulu Punguan menarikan kain putih agar kain putih tersebut diberkati oleh Mulajadi Na Bolon sebagai pembungk

Mangharoani

Mangharoani adalah tradisi adat yang diadakan oleh orang tua untuk merayakan kelahiran anaknya atau disebut juga dengan mangalang hesek. Tradisi ini diisi dengan kegiatan makan bersama keluarga, atas rasa bahagia dan syukur kepada Tuhan karena sang ibu melahirkan dalam kondisi yang baik dan sehat. Pada upacara Mangharoan ini si ibu dari si anak bayi akan diberikan asupan makanan yang diharapkan bisa memperlancar suplai sir susunya kepada si anak. Tradisi ini bertujuan mendekatkan diri secara lebih antara si anak dengan si ayah dan ibunya agar keterikatan mereka bisa terjaga dengan baik untuk ke depannya.

Mangirdak atau Mangganje atau Mambosuri boru

Mangirdak atau Mangganje, atau Mambosuri Boru, atau Manonggot merupakan satu diantara dari serangkaian upacara adat pada Suku Batak Toba terhadap calon ibu yang usia kehamilannya sudah mencapai tujuh bulan. Mangirdak jika diartikan dengan Bahasa Indonesia berarti memberikan semangat kepada wanita yang menikah yang hendak melahirkan. Sebagai contoh, seorang laki-laiki bermarga Naibaho menikah dengan seorang perempuan boru Manihuruk (boru juga adalah marga untuk penyebutan wanita).

Maka orang tua dari istri Olympus Slot (disebut sebagai Parboru) beserta rombongan dari keluarga marga Manihuruk mendatangi putri dan manantunya itu dengan membawa makanan dan ulos. Tidak hanya kehamilan tujuh bulan saja, syarat Mangirdak adalah dilaksanakan pada kehamilan pertama wanita yang telah menikah, atau disebut juga dengan Buha Baju. Sebagai catatan, upacara ini biasanya berlaku juga bagi pasangan yang jika salah satunya bukan berasal dari Suku Batak. Misalnya pria bermarga Naibaho menikah dengan Boru Tionghoa, atau bisa sebaliknya, lelaki dari Suku Jawa yang menikahi Boru Sitanggang.